Ujian
Nasional
Membaca
judulnya saja, kalian sudah pasti tahu apa itu “Ujian Nasional”. Kalian juga
bisa membayangkan bagaimana ujian nasional itu. Apa yang ada di dalam bayangan
kalian? Kertas-ketas yang berisi banyak soal, lembar LJK, papan ujian, pensil 2B for computer, dan juga pengawas ujian
dengan tatapannya yang luar biasa.
Kalou
ditanya, apa aku setuju dengan pelaksanaan ujian nasional? Dengan sangat
yakin, aku jawab “TIDAk”. Why? Yup, alasanku
bermacam-macam untuk diuraikan. Dengan senang hati, aku akan membaginya kepada
kalian.
Aku menganggap, siswa dapat terbebani dengan UN. (Ingat! Ini anggapanku saja) Bagaimana bisa?Begini, sebagian siswa beranggapan, bahwa UN adalah momok yang menakutkan. Mengapa?Alasannya karena UN yang menentukan kemana mereka akan bersekolah. Setiap orang pasti memunyai keinginan masuk ke sekolah favorit. Sekolah favorit pasti mematok nilai tinggi untuk masuk ke sekolah tersebut.
Aku
ambil contoh SMP. Ya…Karena aku baru saja menjalani UN tingkat SMP. Siswa SMP
belajar selama 3 tahun, dengan belasan mata pelajaran, ada juga yang hingga
puluhan. Otak mereka dituntut untuk menguasai semua mata pelajaran bila ingin
naik kelas. Fokus mereka bercabang-cabang dari pelajaran A-Z. Tidak jarang
setelah ulangan usai, mereka lupa dengan yang telah mereka pelajari. Mengapa
bisa? Karena mereka merasa terbebani. Bila mereka belajar dengan senang dan
jauh dari beban, yang mereka pelajari pasti akan mudah diserap oleh otak dan
mudah untuk diingat. Sekolah bukan hanya untuk menghafal teori saja, kawan.
Maaf, tadi
ada beberapa hal yang melenceng dari topik. Kita balik lagi ke jalan yang benar. Begini, siswa-siswa SMP belajar selama
3 tahun, lalu nasib mereka ditentukan hanya dengan 4 hari. *CapsLockOn CATAT! : 3 TAHUN = 4 HARI ; 13 MAPEL = 4
MAPEL. It’s the Hell. Siap tidak
siap harus berani tempur. Nggak peduli punya senjata apa nggak, harus berani
tempur juga. Aku akui, jauh hari sebelum UN dilaksanakan, siswa sudah digembleng
dengan tambahan jam pelajaran, uji coba ujian nasional, latihan soal yang kesulitannya
level dewa, dan motivasi sana-sini. Lalu apa masalahnya? UN itu tidak hanya
membutuhkan kesiapan mental, fisik, ingatan, doa, restu guru dan orang tua
kita, tapi juga faktor bejo loh… Eh… Kok si bejo dibawa-bawa juga, Sha? Iya
lah, kita memang membutuhkan si bejo di dalam melaksanakan ujian nasional, bila
tidak ketemu si bejo kita akan bertemu dengan lawan si bejo, yaitu sial.
Ada siswa yang pandai
dalam kesehariannya di sekolah, lalu pada saat hasil UN keluar, ternyata nilainya
tidak sebagus biasanya. Nah… Sial bukan? Sebaliknya, ada siswa dengan kemampuan
biasa-biasa saja, tapi ternyata mendapatkan hasil UN yang luar biasa. Nah… Ini
nih yang bertemu dengan si BEJO. Salah besar, bila kita berpatokan kepada hasil
akhir. Emang hasil akhir adalah ending
bagi nasib kita? Emang hasil akhir yang mendewai kehidupan kita selanjutnya?TENTU TIDAK! Hasil akhir bukan segalanya. Justru, kegagalan adalah proses menuju
kesuksesan.
Membahas tentang UN, pasti tidak asing dengan kunci jawaban. Ssttt…Diam! Ini rahasia loh… Siapa bilang kunci jawaban itu rahasia? Justru, kunci jawaban adalah wujud nyata kebodohan. Beberapa pihak meyakinkan, tidak ada kebocoran soal UN, lantas dari mana kunci jawaban itu berasal? Ada pula yang beranggapan, kunci jawaban itu salah. TIDAK. Tidak semua kunci jawaban itu salah. Bagaimana mungkin salah, bila hasilnya mencapai angka 35; 36; bahkan 38 ke atas?Bisakah faktor bejo menjawabnya? Kecurangan UN tidak dapat diminimalisir. Selalu saja terjadi kecurangan.
Membahas tentang UN, pasti tidak asing dengan kunci jawaban. Ssttt…Diam! Ini rahasia loh… Siapa bilang kunci jawaban itu rahasia? Justru, kunci jawaban adalah wujud nyata kebodohan. Beberapa pihak meyakinkan, tidak ada kebocoran soal UN, lantas dari mana kunci jawaban itu berasal? Ada pula yang beranggapan, kunci jawaban itu salah. TIDAK. Tidak semua kunci jawaban itu salah. Bagaimana mungkin salah, bila hasilnya mencapai angka 35; 36; bahkan 38 ke atas?Bisakah faktor bejo menjawabnya? Kecurangan UN tidak dapat diminimalisir. Selalu saja terjadi kecurangan.
Selain kunci jawaban, ada pula siswa yang nekad melanggar
aturan dengan membawa HP atau sejenisnya. Browsing
bebas pula, tanpa diketahui oleh pengawas ujian. Apa ini bisa dikatakan
sebagai keberhasilan siswa?
Siapa yang patut disalahkan? Berbagai cara telah
dilakukan untuk mengantisipasi kecurangan UN, tapi tetap saja ada orang kurang
ajar yang berani melawan hukum. Yosh, hajar dia…..! Eh, wait, yang mana pelakunya?
-_-
Indonesia benar-benar luar biasa. Berbagai jalan
dihalalkan asalkan menghasilkan uang, salah satunya menjual kunci jawaban. Mau
ditaruh mana muka negara kita, kawan? Belum puas kah dia menghajar negeri ini? Apa kata Bung Karno? Apa kata Bung Hatta? Apa kata para pahlawan yang telah
gugur bila menyaksikan ini?
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu
kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang ada pada diri
mereka,” (Ar Raad : 11)
Kalimat-kalimat ini tidak ada artinya. Kalimat ini
mungkin terabaikan, tapi dengan kalimat ini aku telah mengutarakan semua yang
telah aku alami, yang telah aku lihat, yang telah aku dengar, dan yang sedang aku
pikirkan.
Terima kasih telah membaca dengan penuh kesabaran. Siapa
saja, tolong selamatkan Indonesia! Apabila ada kata-kata yang kurang
berkenan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Jangan sungkan untuk
berkomentar dan mengkritik, karena itu sangat membantu saya.
0 komentar:
Post a Comment