Friday, June 1, 2018

Jujur (?)

Pada 9:30:00 AM
Hello... Isha is back. Wkwkwk :D Sok asyik, Lu -_- Gomennasai... :(

Mau curhat colongan lagi. Kali ini Isha ngga minta pendapat kalian mau setuju atau tidak terhadap hal yang akan Isha bahas ini, karena aku yakin ada yang pro dan ada yang kontra dengan apa yang aku utarakan pada postingan kali ini. Aku harap kita tetap menjaga kedamaian. Kalau pun haters, tolong jangan tunjukan padaku. So... Happy reading... :)



Sebelum membaca yang perlu kalian pahami di sini adalah, "Ini adalah opini gue, jadi apa pun yang dirasa kontra sama pemikiran lu, please jangan ng-judge. Semua orang bebas dengan pendapat masing-masing. Bahkan, kebebasan berpendapat tertuang dalam UU."

Kali ini aku memang akan membahas kejujuran. Aku memang bukan manusia sempurna yang berhati suci, so stop thinking if I say I was right. 

Bukanlah hal yang memalukan bagi pelajar untuk mencontek. Stop, di sini aku akan berkata jujur, bahwa aku sendiri juga pernah bertanya jawaban pada teman. Namun, bukan itu titik permasalahannya.

Definisi mencontek apa yang saat ini aku titik beratkan?
Mencontek dengan membawa jawaban/browsing/catatan yang menjadi titik berat pembahasan, karena terlalu remeh membahas yang tingkat bertanya jawaban.

Pernah ngga sih sebagian dari kalian bertanya, "Mengapa sebagian pelajar menjadikan mencontek sebagai budaya?" Simpan, jawaban kalian masing-masing apabila punya jawaban sendiri. Aku akan menjawab apabila seseorang menanyakan hal itu kepadaku, "Karena guru dan sebagian besar orang hanya melihat hasil akhir tanpa meneliti proses."

Bahkan, orang yang jujur bisa menjadi musuh di negerinya sendiri. Bukankah sudah jungkir balik negara ini? 
Pernah ada suatu kasus ketika seseorang berusaha jujur dan malah menjadi bahan teror banyak orang. Ada juga seseorang melaporkan kecurangan juga malah terkena teror. Kurang unik apalagi coba?

Aku akan membahas yang lebih serius sekarang.
Pernah nggak kalian mempercayai bejo pada nilai? Yup, tentu pernah. 

Sebenarnya terlalu menyakitkan bukan berusaha untuk jujur alias tidak bertanya jawaban pada teman sementara sebagian teman-temanmu sibuk bekerja sama atau bahkan lihat cerpekan? Ya, itu pasti sakit.

Guru atau pengawas telah berusaha maksimal agar hasil jujur, tapi tetap tidak berhasil 100% 'kan? Ya, karena sebagian siswa cukup lihai. 

Bahkan, karena sebagian besar mencontek siswa yang pandai pun tergoda untuk membawa cerpekan juga, karena takut nilainya tersaingi. Ayolah, kawan. Ini bukan rahasia lagi dan ini hal umum dan sebagian orang hanya bisa menggosip tanpa disuarakan.

Ketika hasil ujian atau ulangan keluar... Jeng... Jeng...
Nilainya luar biasa. Aku yakin, guru dan orang umum tidak akan curiga pada siswa yang dikenal pintar bila dapat hasil baik walaupun itu hasil membawa cerpekan sekaligus, lalu yang kutanyakan di sini adalah siswa yang sama-sama membawa cerpekan, tapi dikenal memiliki kepandaian rata-rata, pasti banyak yang curiga dan tidak percaya. 
So, kenapa sama-sama menconteknya tapi yang kena imbas adalah sepihak? Di sini aku tidak berpihak pada siapa pun. Aku hanya memposisikan diriku sebagai penulis.

Banyak yang bilang, "Prestasi harus, jujur utama." Mana coba buktinya? Tetap aja 'kan hasil akhir yang dihargai? Nilai ya sederhananya itu.

Aku akan ceritakan satu hal. Sebenarnya, peringkat dan nilai yang tinggi bukanlah tujuan akhirku, walaupun aku mengakui aku butuh itu. Namun, aku hanya berpinsip, "Lakukan yang terbaik, sabar, doa, dan pasrah". Semua hal berkenaan dengan prestasi akademik yang kuraih kuanggap sebagai bonus hidup dan yang terpenting bagiku adalah bagaimana aku bisa berguna bagi sekitar. (Terserah mau orang bilang apa. Toh mereka hanya bisa ng-jude padahal tidak mengenal bagaimana aku)

Aku berpedoman pada perjalanan hidup tokoh-tokoh besar. Bukankah pada biografi tidak tertulis seberapa besar nilai dan peringkat yang diraihnya di sekolah, tapi seberapa aktif dalam berorganisasi dengan mengimbangi akademik maupun mengabdi bagi sesama.

Sebenarnya cukup sakit, ketika aku berusaha sebaik-baiknya bertindak jujur dan hanya pasrah, tapi malah kalah sama orang yang memakai jalan pintas. Aku toh bisa apa gitu? Ya, cuma senyum aja kalau hasil kerjaku tidak bisa mengalahkan jalan pintas itu. Sekarang ini aku mengalami hal ini untuk ke-yang sekian kalinya.

Namun, semua hasil kerja yang kuraih adalah apa yang kuperjuangkan. Aku merasa harus bersyukur agar lupa gimana mengecapnya.

Sebenarnya, ini adalah pemikiranku sejak SMP. Hm... Sampai sekarang juga sih. Ketika SMP aku hanya menulisnya di otak tanpa disuarakan atau pun ditulis seperti ini, karena apa? Lebih banyakm yang kontra daripada pro. Namun, sekarang aku berani menuliskannya, karena aku sudah masa bodoh dengan hal itu, because it's my life not yours


Ngomong-ngomong tentang kata "Jungkir balik" di atas, aku terinspirasi dari buku dengan judul "Indonesia Jungkir Balik" penerbit Noura Books tahun 2012. Monggo, cek sendiri. Gua kagak promosi ini. -_-
Ya, kurasa cukup begitu saja. Maafkan, apabila ada kata atau kalimat yang kurang berkenan, karena ini blog pribadiku dan tentu saja hal apa saja yang ingin kupost, yang aku post aja. :D

Jaa ne...


0 komentar:

Post a Comment

 

No Story No Life Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei